Pemerintah mendorong masyarakat menggunakan peranti lunak atau
software open source. Pasalnya, penggunaan peranti lunak
open source lebih menghemat anggaran.
Dirjen
Aplikasi dan Telematika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ashwin
Sasongko menjelaskan, pemerintah memang mendorong masyarakat menggunakan
peranti lunak legal. Namun, apabila memiliki dana terbatas, masyarakat
bisa memilih peranti lunak
open source.
"Kita hanya sebatas mengimbau untuk memakai
software open source,
tetapi tidak mengharuskan. Itu akan menghemat pengeluaran," kata Ashwin
dalam jumpa pers Indonesia Open Source Award (IOSA) di Kantor
Kementerian Komunikasi dan Informatika Jakarta, Selasa (13/3/2012).
Sesuai
dengan Surat Edaran Kementerian Komunikasi dan Informatika Nomor 5
Tahun 2005 tanggal 24 Oktober 2005, pemerintah meminta seluruh
masyarakat menggunakan peranti lunak legal.
Hal itu seiring
program pemerintah dan industri untuk mendistribusikan dan mengedukasi
masyarakat dalam penggunaan peranti lunak yang resmi.
Sebagai
penetrasi awal, Kementerian Komunikasi dan Informatika akan mengimbau
lembaga pemerintah termasuk badan usaha milik negara untuk memakai
peranti lunak legal, khususnya
open source.
Imbauan kepada lembaga pemerintah ini diharapkan bisa menyebar ke masyarakat keseluruhan, bahkan juga bisa ke lembaga swasta.
"Untuk tahap awal, imbauan pemakaian
software open source
ini dilakukan ke lembaga pemerintah, termasuk BUMN. Salah satu yang
menggunakan adalah Pemerintah Kabupaten Pekalongan. Nanti pemkab lain
diharapkan bisa menirunya," katanya.
Untuk imbauan ke lembaga
pemerintah, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) telah membuat
Surat Edaran Menpan No 1/2009 tanggal 30 Maret 2009 tentang imbauan
lembaga pemerintah menggunakan peranti lunak
open source.
"Khusus untuk lembaga swasta, kita baru bicara dengan Kamar Dagang Indonesia (Kadin), tetapi ini bukan keharusan," ujarnya.
Aturan terbatasHingga
saat ini, pemerintah mengaku hanya menggunakan surat edaran untuk
mengimbau lembaga pemerintah ataupun masyarakat untuk memakai peranti
lunak
open source. Pemerintah belum bisa mewajibkan penggunaan peranti lunak
open source bagi khalayak.
"Untuk bisa setingkat undang-undang, itu perlu proses. Pasalnya, ada pidana bagi yang tidak memakai
open source tersebut bila harus menggunakan aturan setingkat undang-undang," katanya.
Ashwin mengaku aturan mengenai penggunaan peranti lunak
open source memang bisa dilakukan setingkat peraturan menteri, instruksi presiden, atau bahkan setingkat undang-undang.
Akan
tetapi, karena penggunaan peranti lunak ini akan melibatkan banyak
industri, terutama menyangkut persaingan bisnis peranti lunak legal dan
ilegal, maka tidak bisa langsung diterapkan.
"Untuk bisa
setingkat undang-undang bisa saja karena Menkominfo sendiri menjadi
Ketua Teknologi Informasi dan Komunikasi. Namun, untuk bisa setingkat
undang-undang, itu perlu waktu," tuturnya.
Hemat anggaranKetua IOSA I Made Wiryana menjelaskan pemakaian peranti lunak
open source khususnya bagi lembaga pemerintah tentunya akan menghemat pengeluaran anggaran rutinnya.
"Bahkan bisa menghemat anggaran Rp 32 miliar," kata Wiryana.
Dia
mencontohkan jika satu peranti lunak berharga 50 dollar AS, apabila
lembaga pemerintah memiliki komputer sebanyak 1.000 unit, pemerintah
harus mengeluarkan biaya investasi sebesar 50.000 dollar AS.
Padahal, bila memakai perangkat
open source, biaya investasi pun bisa dihemat meski belum bisa dihitung secara persentase.
IndependensiDi sisi lain, penggunaan peranti lunak
open source ini akan menguntungkan pengguna, khususnya dalam hal ketergantungan (independensi) dan keamanan data.
Justru bila dengan menggunakan
proprietary software, data kita kemungkinan ada penyadapan oleh pihak asing karena sebagian besar peranti lunak diciptakan oleh perusahaan asing.
"Bila menggunakan
software open source, data kita akan diamankan oleh pihak kita sendiri," kata Wiryana.
Sumber : Kompas.com